RUNTUHNYA DOMINASI FILM PORNO A.S/BARAT

13324870491027551163
Sailormoon, salah satu pelopor komik Jepang di Indonesia
Pada masa awal kuliah, saya pernah membawakan materi ini dalam kajian media film. Meski tergolong mentah, namun apa yang saya tulis, memang berdasarkan opini pribadi semata. Di luar dugaan, beberapa peserta merespon dengan baik.
Film Porno/BF/Blue Film/bokep, sudah menjadi bagian tersendiri dalam masyarakat kita, apalagi semenjak maraknya Internet. Nah, apakah anda menyadari bahwa memasuki era tahun  2000-an, selera masyarakat kita terhadap film-film “panas” ini mulai berubah !!
Awalnya, film-film panas dari Amerika / Eropa yang menguasai selera pasaran masyarakat kita, namun menjelang era thn 2000, film panas dari Asia (Jepang khususnya) menjadi dominan. Bahkan sekarang muncul lagi namanya film panas versi “lokal” / format 3 gp.
Padahal secara kualitas penyajian/visual, mereka ini kalah jauh dibandingkan film-film panas Amerika / Eropa, namun mereka bisa lebih unggul.
Tentunya perubahan besar ini bukan tanpa sebab musabab, tetapi sebelumnya, ijinkan saya membagi skema historisnya seperti ini  (menurut opini/versi saya) :
  1. Tahun 90-an sampai akhir tahun 2000 : Dominasi film panas Amerika dan Eropa. Biasanya mengandalkan pencahayaan yang mumpuni, dibuat mirip film-film hollywood. Ada kesan glamour, memakai model yang seksi, cantik dan terlihat “mahal/superstar”, kebanyakan memakai skenario / bercerita dan kualitas filmnya–> high quality sama spt bintang-bintangnya.
  2. Tahun 2000- sekarang : Dominasi film panas Jepang/Asia (Thailand dll), umumnya mengandalkan kecantikan eksotisme wanita Asia. Cenderung pencahayaan yang seadanya (yang penting terang/, jadi inget sinetron Indonesia) dan mereka tampil sederhana.
  3. Tahun 2003- sekarang : Dimulai dengan muncul / boomingnya HP-HP bermerk yang harganya murah dan memiliki kemampuan rekam, maka muncul film-film panas lokal yang kontennya berisi orang-orang lokal dalam format visual mendekati keseharian / “real” (kualitas rendah-3gp).
Dari sinilah terjadi perubahan selera masyarakat kita, mereka mulai meninggalkan film-film barat yang cenderung mengeksploitasi wanita sebagai sesuatu yang terlihat seksi, elegan dan “mahal/superstar” menuju ke film asia / lokal yang cenderung apa adanya, sederhana dan kualitas filmnya lebih rendah dibanding film barat. Dalam konteks masyarakat Indonesia, perubahan ini memiliki reason/sebab akibat.
Apa saja pemicunya / faktor-faktornya, sehingga masyarakat kita cenderung menyukai film-film “bokep” Asia / lokal :
1. KOMIK !! :
Opini saya, semua dimulai dari komik. Dahulu kala “role model” wanita cantik adalah wanita “bule”. Ini terjadi karena kita dicekoki oleh komik-komik barat yang beredar dan mendominasi masyarakat kita semasa jaman Pak Harto. Ini membentuk role model / figur wanita seksi dalam pikiran masyarakat kita, yaitu “wanita bule”.
Misalnya : Dalam tokoh Asterix, ada seorang tokoh pria tua yang memiliki istri bertubuh seksi dan jauh lebih muda darinya (secara psikologis, ini menimbulkan daya ransang / kecemburuan sosial dalam hal seksual –> Kok bisa yah si tokoh tua itu punya istri seseksi itu dan mulailah pembaca berhalusinasi apakah si bapak tua itu masih kuat melakukan hubungan intim).
Atau dalam komik Lucky Luke, banyak ditampilkan penyanyi bar bertubuh seksi dan memakai bingkai barat dalam menonjolkan figur para penyanyi ini., dll.
13324885961713431623 13324886491281551624 1332488696336230423 1332488788224354332 13324889091596522582
Anak-anak yang terlahir era 70 dan 80-an, mereka adalah generasi yang dicekoki  komik - komik semacam ini. Belum lagi dalam dongeng-dongeng HC Andersen atau Nina, Walt Disney dll. Saya masih ingat, role model yang ditampilkan dalam komik/cerita-cerita bergambar ini adalah wanita “bule” berpakaian bak putri cantik jelita dan manis.
Hayoo.. berapa banyak dari anda yang tergoda untuk terpikir hal kotor saat melihat gambar Belle (tokoh dalam film Beauty and The Beast-1991) atau Ariel yang pake kutang dari kerang, entah berniat mengumbar keseksian/keterbukaan dadanya atau tidak, yang pasti pada era itu, hal semacam ini masih tabu (The Little Mermaid -1989) bahkan Princess Jasmine yang notabene adalah wanita timur, dibentuk dengan pendekatan wanita “bule”.
Kalaupun tidak tergoda berpikir kotor, minimal anda ingin memiliki figur model istri seperti mereka/menganggap bahwa “role model” wanita cantik adalah mereka, para wanita barat/bule ini.
Tak heran, ketika akses internet mulai menyebar pada tahun 1995, generasi pertama yang bisa secara ramai mengaksesnya adalah anak-anak muda yang terlahir di era 1970 dan 80-an (Ingat, pada thn 95, mereka sudah dalam posisi remaja dan dewasa muda–usia produktif untuk melek internet), sehingga mereka masih terbawa role model seperti ini saat mendefinisikan wanita cantik dan seksi menurut versi mereka, yaitu wanita yang “bule” alias kebarat-baratan.
Bahkan dalam mencari film-film panas di internet-pun, pilihan dijatuhkan pada wanita “bule” sebagai role model wanita cantik&seksi. Hal ini seolah menjawab kehausan mereka untuk melihat role model mereka (wanita bule ini) dalam bentuk telanjang dan dieksplorasi secara seksual.
Namun apa yang terjadi berikutnya. Tahun 90-an adalah era lahirnya KOMIK JEPANG / MANGA / ANIME.. dahsyat !!
Tiba-tiba saja semua komik barat tergeser, pelan tapi pasti, komik Jepang mulai merajai.  Sebut saja dari Dragon Ball (Kita tahu ada tokoh Kakek Kamesenin, si botak yang bernafsu melihat wanita cantik/bugil), atau Shizuka yang tampil imut, pemalu, gadis rumahan, ramah dan manis layaknya wanita-wanita Asia. Dan yang memicu lebih cepat adalah SAILORMOON !!
Gila ngga tuh, wanita Asia (Jepang khususnya) tampil dengan pakaian yang seksi(pakaian sekolah minim), masih ABG dan bentuk tubuh yang cenderung slim/langsing, tinggi serta putih / sintal. Jelas, ini memberi tawaran yang berbeda dari “bingkai” seksualitas menurut versi orang barat.
Dan yang paling menarik, mereka membentuk karakter dengan MATA-nya yang bulat, berbinar dan besar. Ini menjadi daya tarik tersendiri (sex appeal). Seperti kita ketahui, wanita asia umumnya sipit dan ini menjadi poin kelemahan bila dihadirkan ke masyarakat luas. Namun dalam komik-komik Jepang, mereka hadir dengan bentuk lain yang berhasil menutupi kelemahan mereka bahkan menjadi daya tarik sendiri. Mereka hadir sebagai wanita yang cute, mata bulat, feminim, ekspresif dan seksi serta modis abis.
Secara tak langsung, kehadiran komik-komik Jepang yang berhasil mengalahkan komik-komik barat ini membentuk role model baru bagi masyarakat kita, yaitu bahwasanya wanita seksi/cantik bukan lagi seperti wanita barat/bule, tapi wanita Asia (khususnya Jepang).
13324892501533071443 13324893401109342541 13324893791935782965 1332489477758081726
2. KEDEKATAN BUDAYA
Sadar ngga sadar, bahwa sekarang masyarakat senang menikmati film porno bahkan kualitas rendah semacam 3gp, bukan lagi seperti dulu, harus yang seperti film barat dengan setting glamour, kualitas film sangat baik. Kenapa begitu ? Jawabannya mudah, ADANYA KEDEKATAN BUDAYA. Film-film panas barat terasa berjarak sedangkan film-film asia bahkan lokal (3gp), terasa lebih dekat. Alasannya apa ? Ada alasan teknis dan psikis. Berikut alasannya :
a). Dalam film panas Barat, wanitanya cenderung agresif dan dominan secara seksual. Mereka juga sangat menikmati seksual /aktif secara seksual, ini nampak dalam desahan mereka yang cenderung menikmati (”Oh Yes / F***K Me Please”, dll).
Sedangkan dalam kenyataan sehari-hari masyarakat Asia, bentuk perilaku seksual mereka umumnya masih dalam koridor budaya Patriarki. Wanita adalah “korban” secara seksual, sedangkan pihak laki-laki sebagai penguasanya. Wanita tampil sebagai pihak yang masih lugu (perawan), lemah, canggung, malu/pasif/nrimo. Desahannyapun adalah desahan kesakitan layaknya gadis masih perawan. Ini sesuai dengan adat timur yang menjunjung tinggi nilai keperawanan.
Disini wanitanya cenderung nampak innocent, lemah dan seolah masih gadis/perawan. Berbeda dengan wanita bule dalam film-film panas, yang seolah-olah wanitanya sudah expert dalam aktivitas seksual dan cenderung “gahar”/dominan/aktif.
Contohnya dalam film-film panas dari Jepang, wanitanya cenderung MALU-MALU, KURANG AKTIF dan MENJERIT KESAKITAN saat melakukan hubungan intim. Jelaslah bahwa mereka hadir lebih real/dekat dengan keadaan wanita Asia yang cenderung masih malu-malu secara aktifitas seksual dan bahkan merasa sakit saat melakukan hubungan intim, tidak se-dominan/se-agresif wanita-wanita barat yang cenderung nampak perkasa&sangat menikmati aktifitas ini.
Ditambah lagi dengan budaya asia yang bersifat patriarki, maka dalam film-film panas Asia, figur pria lebih mendominasi sedangkan figur wanitanya nampak lemah, malu/ innocent. Ini membuatnya terasa lebih dekat dengan masyarakat kita secara budaya dibandingkan dalam film-film panas dari barat. Bahkan sang tokoh film porno Asia semacam Miyabi saja, kalau bermain film panas, masih terlihat unsur rasa malu dan kesakitannya.
Hal ini diperkuat lagi dengan film-film lokal berformat 3gp yang pelakunya adalah masyarakat lokal sendiri. Disini, nilai ketimurannya sebagai wanita masih nampak dalam cara mereka melakukan hubungan intim mereka, karena umumnya pelakunya adalah pelajar/pasangan muda mudi yang baru mencoba-coba melakukan hubungan intim di luar koridor pernikahan (sebuah dampak negatif dari kemajuan jaman).
Maka semakin terasa “lebih real” / lebih dekatlah film format 3gp ini dengan budaya penikmatnya, yaitu dalam hal ini masyarakat Indonesia sendiri. Akibatnya, film-film ini semakin disukai meski hadir dalam format kualitas yang rendah.
b. Teknis filmnya : Dalam penyajian visualnya, film porno barat cenderung glamour dan elegan sehingga ada kesan bahwa mereka seolah sedang bermain dengan “seorang model / superstar”. Tapi dalam film asia penyajian visualnya lebih pada pendekatan sehari-hari bahkan dalam film-film 3gp, lebih parah lagi, available light / lampu seadanya dan cenderung remang-remang.
Penyajian visual semacam ini lebih dekat ke keseharian sang penikmat, dimana menggunakan pencahayaan seadanya sehingga tokoh wanita nampak seperti wanita biasa. Apalagi dalam film-film 3gp/lokal yang dibuat dengan HP, tokoh yang bermain adalah wanita lokal. Semakin kuatlah rasa kedekatan ini dan bisa jadi, inilah yang menjadi daya tarik bagi penikmatnya untuk beralih dari keglamoran film panas barat menuju kesederhanaan film asia.
Poinnya adalah film-film panas Asia didasari budaya Asia yang masih menaruh posisi pria sebagai pihak yang dominan dan wanita adalah pihak yang lemah, plus ini semua dibalut dalam rangkaian kesederhanaan. Wanita-wanita Asia bukanlah wanita macam bak model/superstar yang berbodi bahenol nerkom, glamor dan make up tebal ala wanita-wanita bule itu, mereka adalah wanita sehari-hari yang sederhana, pemalu, badan cenderung kurus/langsing, lemah.
Itulah wanita-wanita yang dilihat oleh para penikmat dalam keseharian mereka, sehingga ketika pilihan model wanita seperti ini muncul dalam film-film panas asia bahkan lokal, maka jelaslah para penikmat film-film panas dalam masyarakat kita beralih kesana.
Tapi pihak baratpun tidak kalah aksi, mereka sekarang juga mulai menyajikan film-film panas dengan pendekatan keseharian, bahkan candid kamera/avaible lighting. Tapi satu hal yang tak dapat mereka kalahkan yaitu keeksotisme-an Asia dan prilaku seksual wanita Asia dalam melakukan hubungan seksual yang berbeda jauh dengan mereka (barat).
3.  KEMUDAHAN AKSES/DOWNLOAD
Faktor lain adalah teknologi Inetrnet dalam hal ini adalah kemudahan akses/download, dimana kita tahu, film-film panas barat cenderung berkualitas bagus, berukuran besar dan berbayar, sedangkan film asia/lokal, mudah diakses, gratis dan bisa didownload ke hp/komputer pribadi mereka dengan ukuran kecil.
Bagi negara dunia ketiga / negara berkembang seperti Indonesia, dimana teknologi Internet dan kemampuannya belumlah merata dan canggih, terbatasnya kemampuan akses internet dan mendownload serta biaya, membawa mereka pada pilihan untuk mendapatkan film-film panas berukuran kecil, gratis dan berkualitas rendah, inilah yang banyak disediakan oleh film-film panas Asia.
Masih banyak faktor lainnya, belum lagi dengan munculnya 3d porn movie. Hal-hal ini nantinya akan saya bahas dalam penulisan selanjutnya.
Apa yang mau ditekankan dalam penulisan ini ? Bahwasanya film sebagai media penyampaian pesan, mudah sekali dimanfaatkan untuk mengeksploitasi sebuah hal, khususnya yang berdekatan dengan budaya sang penikmat.
Secara negatif, saya tidak mendukung keberadaan film-film panas ini, namun secara apresiasi dan opini pribadi, patutlah para pembuat film kita melihat langkah yang dibuat oleh pembuat film-film panas Asia ini, bahwasanya mereka tidak membuat film-film panas yang mengikuti pakem budaya barat. Mereka cenderung menampilkan film panas dengan pendekatan pada budaya Asia yang sesuai kultur Asia meski dengan pengemasan sederhana.
Suatu saat dosen saya pernah berkata bahwa dia heran, setting film/Sinetron Indonesia masa kini, semua disetting seolah mirip di luar negeri atau barat. Jalanan yang nampak biasa, tiba-tiba muncul box telepon warna merah seolah sedang berada di salah satu jalanan di Eropa, padahal si tokoh sedang ada di Indonesia. Bersyukurlah pada beberapa konten film/TV kita yang masih menggarap nilai-nilai lokal dengan pendekatan lokal, khususnya KOMPAS / Miles Production/ Alenia Pictures.
Sampai berjumpa di pembahasan berikutnya. (Salam.. Actionn !! - Gets 22-03-2012)

Sumber
http://hiburan.kompasiana.com/film/2012/03/23/runtuhnya-dominasi-film-porno-asbarat-444413.html



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

RUNTUHNYA DOMINASI FILM PORNO A.S/BARAT