Pada
masa awal kuliah, saya pernah membawakan materi ini dalam kajian media
film. Meski tergolong mentah, namun apa yang saya tulis, memang
berdasarkan opini pribadi semata. Di luar dugaan, beberapa peserta
merespon dengan baik.
Film
Porno/BF/Blue Film/bokep, sudah menjadi bagian tersendiri dalam
masyarakat kita, apalagi semenjak maraknya Internet. Nah, apakah anda
menyadari bahwa memasuki era tahun 2000-an, selera masyarakat kita terhadap film-film “panas” ini mulai berubah !!
Awalnya,
film-film panas dari Amerika / Eropa yang menguasai selera pasaran
masyarakat kita, namun menjelang era thn 2000, film panas dari Asia
(Jepang khususnya) menjadi dominan. Bahkan sekarang muncul lagi namanya
film panas versi “lokal” / format 3 gp.
Padahal
secara kualitas penyajian/visual, mereka ini kalah jauh dibandingkan
film-film panas Amerika / Eropa, namun mereka bisa lebih unggul.
Tentunya
perubahan besar ini bukan tanpa sebab musabab, tetapi sebelumnya,
ijinkan saya membagi skema historisnya seperti ini (menurut opini/versi
saya) :
- Tahun 90-an sampai akhir tahun 2000 : Dominasi film panas Amerika dan Eropa. Biasanya mengandalkan pencahayaan yang mumpuni, dibuat mirip film-film hollywood. Ada kesan glamour, memakai model yang seksi, cantik dan terlihat “mahal/superstar”, kebanyakan memakai skenario / bercerita dan kualitas filmnya–> high quality sama spt bintang-bintangnya.
- Tahun 2000- sekarang : Dominasi film panas Jepang/Asia (Thailand dll), umumnya mengandalkan kecantikan eksotisme wanita Asia. Cenderung pencahayaan yang seadanya (yang penting terang/, jadi inget sinetron Indonesia) dan mereka tampil sederhana.
- Tahun 2003- sekarang : Dimulai dengan muncul / boomingnya HP-HP bermerk yang harganya murah dan memiliki kemampuan rekam, maka muncul film-film panas lokal yang kontennya berisi orang-orang lokal dalam format visual mendekati keseharian / “real” (kualitas rendah-3gp).
Dari
sinilah terjadi perubahan selera masyarakat kita, mereka mulai
meninggalkan film-film barat yang cenderung mengeksploitasi wanita
sebagai sesuatu yang terlihat seksi, elegan dan “mahal/superstar” menuju
ke film asia / lokal yang cenderung apa adanya, sederhana dan kualitas
filmnya lebih rendah dibanding film barat. Dalam konteks masyarakat
Indonesia, perubahan ini memiliki reason/sebab akibat.
Apa saja pemicunya / faktor-faktornya, sehingga masyarakat kita cenderung menyukai film-film “bokep” Asia / lokal :
1. KOMIK !! :
Opini saya, semua dimulai dari komik.
Dahulu kala “role model” wanita cantik adalah wanita “bule”. Ini
terjadi karena kita dicekoki oleh komik-komik barat yang beredar dan
mendominasi masyarakat kita semasa jaman Pak Harto. Ini membentuk role
model / figur wanita seksi dalam pikiran masyarakat kita, yaitu “wanita
bule”.
Misalnya
: Dalam tokoh Asterix, ada seorang tokoh pria tua yang memiliki istri
bertubuh seksi dan jauh lebih muda darinya (secara psikologis, ini
menimbulkan daya ransang / kecemburuan sosial dalam hal seksual –>
Kok bisa yah si tokoh tua itu punya istri seseksi itu dan mulailah
pembaca berhalusinasi apakah si bapak tua itu masih kuat melakukan
hubungan intim).
Atau
dalam komik Lucky Luke, banyak ditampilkan penyanyi bar bertubuh seksi
dan memakai bingkai barat dalam menonjolkan figur para penyanyi ini.,
dll.
Anak-anak yang terlahir era 70 dan 80-an, mereka adalah generasi yang dicekoki komik - komik semacam ini.
Belum lagi dalam dongeng-dongeng HC Andersen atau Nina, Walt Disney
dll. Saya masih ingat, role model yang ditampilkan dalam
komik/cerita-cerita bergambar ini adalah wanita “bule” berpakaian bak
putri cantik jelita dan manis.
Hayoo.. berapa banyak dari anda yang tergoda untuk terpikir hal kotor
saat melihat gambar Belle (tokoh dalam film Beauty and The Beast-1991)
atau Ariel yang pake kutang dari kerang, entah berniat mengumbar
keseksian/keterbukaan dadanya atau tidak, yang pasti pada era itu, hal
semacam ini masih tabu (The Little Mermaid -1989) bahkan Princess
Jasmine yang notabene adalah wanita timur, dibentuk dengan pendekatan
wanita “bule”.
Kalaupun tidak tergoda berpikir kotor, minimal anda ingin memiliki
figur model istri seperti mereka/menganggap bahwa “role model” wanita
cantik adalah mereka, para wanita barat/bule ini.
Tak
heran, ketika akses internet mulai menyebar pada tahun 1995, generasi
pertama yang bisa secara ramai mengaksesnya adalah anak-anak muda yang
terlahir di era 1970 dan 80-an (Ingat, pada thn 95, mereka sudah dalam
posisi remaja dan dewasa muda–usia produktif untuk melek internet),
sehingga mereka masih terbawa role model seperti ini saat mendefinisikan
wanita cantik dan seksi menurut versi mereka, yaitu wanita yang “bule”
alias kebarat-baratan.
Bahkan
dalam mencari film-film panas di internet-pun, pilihan dijatuhkan pada
wanita “bule” sebagai role model wanita cantik&seksi. Hal ini seolah
menjawab kehausan mereka untuk melihat role model mereka (wanita bule
ini) dalam bentuk telanjang dan dieksplorasi secara seksual.
Namun apa yang terjadi berikutnya. Tahun 90-an adalah era lahirnya KOMIK JEPANG / MANGA / ANIME.. dahsyat !!
Tiba-tiba
saja semua komik barat tergeser, pelan tapi pasti, komik Jepang mulai
merajai. Sebut saja dari Dragon Ball (Kita tahu ada tokoh Kakek
Kamesenin, si botak yang bernafsu melihat wanita cantik/bugil), atau
Shizuka yang tampil imut, pemalu, gadis rumahan, ramah dan manis
layaknya wanita-wanita Asia. Dan yang memicu lebih cepat adalah SAILORMOON !!
Gila
ngga tuh, wanita Asia (Jepang khususnya) tampil dengan pakaian yang
seksi(pakaian sekolah minim), masih ABG dan bentuk tubuh yang cenderung
slim/langsing, tinggi serta putih / sintal. Jelas, ini memberi tawaran yang berbeda dari “bingkai” seksualitas menurut versi orang barat.
Dan yang paling menarik, mereka membentuk karakter dengan MATA-nya yang bulat, berbinar dan besar. Ini
menjadi daya tarik tersendiri (sex appeal). Seperti kita ketahui,
wanita asia umumnya sipit dan ini menjadi poin kelemahan bila dihadirkan
ke masyarakat luas. Namun dalam komik-komik Jepang, mereka hadir dengan
bentuk lain yang berhasil menutupi kelemahan mereka bahkan menjadi daya
tarik sendiri. Mereka hadir sebagai wanita yang cute, mata bulat,
feminim, ekspresif dan seksi serta modis abis.
Secara
tak langsung, kehadiran komik-komik Jepang yang berhasil mengalahkan
komik-komik barat ini membentuk role model baru bagi masyarakat kita,
yaitu bahwasanya wanita seksi/cantik bukan lagi seperti wanita
barat/bule, tapi wanita Asia (khususnya Jepang).
2. KEDEKATAN BUDAYA
Sadar
ngga sadar, bahwa sekarang masyarakat senang menikmati film porno
bahkan kualitas rendah semacam 3gp, bukan lagi seperti dulu, harus yang
seperti film barat dengan setting glamour, kualitas film sangat baik.
Kenapa begitu ? Jawabannya mudah, ADANYA KEDEKATAN BUDAYA. Film-film
panas barat terasa berjarak sedangkan film-film asia bahkan lokal (3gp),
terasa lebih dekat. Alasannya apa ? Ada alasan teknis dan psikis.
Berikut alasannya :
a). Dalam film panas Barat, wanitanya cenderung agresif dan dominan secara seksual. Mereka juga sangat menikmati seksual /aktif secara seksual, ini nampak dalam desahan mereka yang cenderung menikmati (”Oh Yes / F***K Me Please”, dll).
Sedangkan
dalam kenyataan sehari-hari masyarakat Asia, bentuk perilaku seksual
mereka umumnya masih dalam koridor budaya Patriarki. Wanita adalah
“korban” secara seksual, sedangkan pihak laki-laki sebagai penguasanya. Wanita tampil sebagai pihak yang masih lugu (perawan), lemah, canggung, malu/pasif/nrimo. Desahannyapun
adalah desahan kesakitan layaknya gadis masih perawan. Ini sesuai
dengan adat timur yang menjunjung tinggi nilai keperawanan.
Disini
wanitanya cenderung nampak innocent, lemah dan seolah masih
gadis/perawan. Berbeda dengan wanita bule dalam film-film panas, yang
seolah-olah wanitanya sudah expert dalam aktivitas seksual dan cenderung
“gahar”/dominan/aktif.
Contohnya dalam film-film panas dari Jepang, wanitanya cenderung MALU-MALU, KURANG AKTIF dan MENJERIT KESAKITAN saat
melakukan hubungan intim. Jelaslah bahwa mereka hadir lebih real/dekat
dengan keadaan wanita Asia yang cenderung masih malu-malu secara
aktifitas seksual dan bahkan merasa sakit saat melakukan hubungan intim,
tidak se-dominan/se-agresif wanita-wanita barat yang cenderung nampak
perkasa&sangat menikmati aktifitas ini.
Ditambah
lagi dengan budaya asia yang bersifat patriarki, maka dalam film-film
panas Asia, figur pria lebih mendominasi sedangkan figur wanitanya
nampak lemah, malu/ innocent. Ini membuatnya terasa lebih dekat dengan
masyarakat kita secara budaya dibandingkan dalam film-film panas dari
barat. Bahkan sang tokoh film porno Asia semacam Miyabi saja, kalau
bermain film panas, masih terlihat unsur rasa malu dan kesakitannya.
Hal
ini diperkuat lagi dengan film-film lokal berformat 3gp yang pelakunya
adalah masyarakat lokal sendiri. Disini, nilai ketimurannya sebagai
wanita masih nampak dalam cara mereka melakukan hubungan intim mereka,
karena umumnya pelakunya adalah pelajar/pasangan muda mudi yang baru
mencoba-coba melakukan hubungan intim di luar koridor pernikahan (sebuah
dampak negatif dari kemajuan jaman).
Maka
semakin terasa “lebih real” / lebih dekatlah film format 3gp ini dengan
budaya penikmatnya, yaitu dalam hal ini masyarakat Indonesia sendiri.
Akibatnya, film-film ini semakin disukai meski hadir dalam format
kualitas yang rendah.
b. Teknis filmnya :
Dalam penyajian visualnya, film porno barat cenderung glamour dan
elegan sehingga ada kesan bahwa mereka seolah sedang bermain dengan “seorang model / superstar”. Tapi dalam film asia penyajian visualnya lebih pada pendekatan sehari-hari bahkan dalam film-film 3gp, lebih parah lagi, available light / lampu seadanya dan cenderung remang-remang.
Penyajian
visual semacam ini lebih dekat ke keseharian sang penikmat, dimana
menggunakan pencahayaan seadanya sehingga tokoh wanita nampak seperti
wanita biasa. Apalagi dalam film-film 3gp/lokal yang dibuat dengan HP,
tokoh yang bermain adalah wanita lokal. Semakin kuatlah rasa kedekatan
ini dan bisa jadi, inilah yang menjadi daya tarik bagi penikmatnya untuk
beralih dari keglamoran film panas barat menuju kesederhanaan film
asia.
Poinnya
adalah film-film panas Asia didasari budaya Asia yang masih menaruh
posisi pria sebagai pihak yang dominan dan wanita adalah pihak yang
lemah, plus ini semua dibalut dalam rangkaian kesederhanaan.
Wanita-wanita Asia bukanlah wanita macam bak model/superstar yang
berbodi bahenol nerkom, glamor dan make up tebal ala wanita-wanita bule
itu, mereka adalah wanita sehari-hari yang sederhana, pemalu, badan
cenderung kurus/langsing, lemah.
Itulah
wanita-wanita yang dilihat oleh para penikmat dalam keseharian mereka,
sehingga ketika pilihan model wanita seperti ini muncul dalam film-film
panas asia bahkan lokal, maka jelaslah para penikmat film-film panas
dalam masyarakat kita beralih kesana.
Tapi
pihak baratpun tidak kalah aksi, mereka sekarang juga mulai menyajikan
film-film panas dengan pendekatan keseharian, bahkan candid
kamera/avaible lighting. Tapi satu hal yang tak dapat mereka kalahkan
yaitu keeksotisme-an Asia dan prilaku seksual wanita Asia dalam
melakukan hubungan seksual yang berbeda jauh dengan mereka (barat).
3. KEMUDAHAN AKSES/DOWNLOAD
Faktor lain adalah teknologi Inetrnet dalam hal ini adalah kemudahan akses/download,
dimana kita tahu, film-film panas barat cenderung berkualitas bagus,
berukuran besar dan berbayar, sedangkan film asia/lokal, mudah diakses,
gratis dan bisa didownload ke hp/komputer pribadi mereka dengan ukuran
kecil.
Bagi
negara dunia ketiga / negara berkembang seperti Indonesia, dimana
teknologi Internet dan kemampuannya belumlah merata dan canggih,
terbatasnya kemampuan akses internet dan mendownload serta biaya,
membawa mereka pada pilihan untuk mendapatkan film-film panas berukuran
kecil, gratis dan berkualitas rendah, inilah yang banyak disediakan oleh
film-film panas Asia.
Masih
banyak faktor lainnya, belum lagi dengan munculnya 3d porn movie.
Hal-hal ini nantinya akan saya bahas dalam penulisan selanjutnya.
Apa yang mau ditekankan dalam penulisan ini ? Bahwasanya
film sebagai media penyampaian pesan, mudah sekali dimanfaatkan untuk
mengeksploitasi sebuah hal, khususnya yang berdekatan dengan budaya sang
penikmat.
Secara
negatif, saya tidak mendukung keberadaan film-film panas ini, namun
secara apresiasi dan opini pribadi, patutlah para pembuat film kita
melihat langkah yang dibuat oleh pembuat film-film panas Asia ini,
bahwasanya mereka tidak membuat film-film panas yang mengikuti pakem
budaya barat. Mereka cenderung menampilkan film panas dengan pendekatan
pada budaya Asia yang sesuai kultur Asia meski dengan pengemasan
sederhana.
Suatu
saat dosen saya pernah berkata bahwa dia heran, setting film/Sinetron
Indonesia masa kini, semua disetting seolah mirip di luar negeri atau
barat. Jalanan yang nampak biasa, tiba-tiba muncul box telepon warna
merah seolah sedang berada di salah satu jalanan di Eropa, padahal si
tokoh sedang ada di Indonesia. Bersyukurlah pada beberapa konten film/TV
kita yang masih menggarap nilai-nilai lokal dengan pendekatan lokal,
khususnya KOMPAS / Miles Production/ Alenia Pictures.
Sampai berjumpa di pembahasan berikutnya. (Salam.. Actionn !! - Gets 22-03-2012)
Sumber
http://hiburan.kompasiana.com/film/2012/03/23/runtuhnya-dominasi-film-porno-asbarat-444413.html
@
0 komentar:
Posting Komentar - Kembali ke Konten