Seks Itu Indah & Tidak Jahat, Nak

Secara pribadi, saya terkaget-kaget jika setiap buka FB & melihat berita mengenai kasus pedofilia atau pelecehan. Bagai makanan sehari-hari yang wajib konsumsi (memang FB lebih banyak saya gunakan untuk membaca berita). Melihat itu, mau tidak mau saya kembali mengingat masa kecil saya dimana kasus seperti itu tak pernah terdengar & hidup saya baik-baik saja.

Dan betapa saya menganggap bahwa membicarakan seks pada anak seharusnya bukan lagi masalah yang tabu untuk di perbincangkan di tengah orangtua yang masih menganggap hal itu tabu untuk dibicarakan kepada anak-anak di zaman yang semakin canggih untuk cepat tahu terhadap sesuatu yang tabu. Maka sangat perlu memberi pengetahuan kepada anak bagaimana cara menjaga diri dari kejahatan seksual, yang tentunya diawali dengan pengenalan seks yang meliputi fungsi, manfaat, waktu yang tepat, alasan yang logis mengapa memilih waktu itu, & dampaknya jika terjadi di luar waktu yang ditentukan. Mengingat kita sebagai orangtua tidak bisa sepenuhnya 24 jam mengawasi anak-anak kita. Paling tidak, dengan pengetahuan itu, anak dapat membantu orangtua untuk menjaga & bertanggungjawab terhadap dirinya sendiri.

Secara pribadi, orangtua saya juga termasuk orangtua yang tidak begitu gamblang berbicara mengenai seks. Saya masih ingat ketika awal saya haid di kelas 5 SD, saya malu sekali dan menyembunyikannya dari mama. Hari ke-2 akhirnya mama tahu sendiri & mengatakan bahwa kalau sudah begitu tidak boleh lagi duduk dekatan sama laki-laki karena bisa hamil. Dalam pikiran saya saat itu “masa’ iya sih? Ada-ada saja nih mama”.

Meski begitu, saya akui pengawasan ketat dari orangtua sangat efektif saat mereka kurang mengerti bagaimana memberi pemahaman yang logis kepada anak mengenai seks, seperti dilarang keras menginap di rumah orang lain tanpa seizin orangtua, memantau anak apakah sudah punya kekasih atau tidak, batas waktu keluar malam hanya sampai jam 12 malam, pokoknya harus pulang ke rumah untuk tidur, tidak peduli anaknya laki-laki atau perempuan & usianya berapa, serta tidak mengizinkan anak perempuan tinggal bersama kerabat dekat laki-laki. Biasanya saya dititip di tetangga yang seperti keluarga sendiri ketika mama akan keluar kota.

Sebagai anak tunggal perempuan di antara 5 bersaudara, kebiasaan saya untuk akrab dengan laki-laki memang cukup dekat, saya biasanya tidak canggung jika harus tidur-tiduran dengan saudara atau sepupu laki-laki sampai saat ini atau dengan mudah menggandeng tangan teman laki-laki ketika berjalan atau dirangkul oleh teman dekat laki-laki saya yang saya sudah anggap saudara. Saya malah heran dengan teman-teman saya yang anti sekali bersentuhan dengan laki-laki. Katanya dilecehkanlah atau merasa risih, sementara perasaan saya biasa-biasa saja.

Meski orangtua saya sangat tabu membicarakan masalah seks, dengan budaya baca sejak SD & pendidikan di daerah saya yang cukup maju saya akhirnya tahu sendiri mengenai seks itu & bagaimana menyikapinya.

Saat saya SD saya memang langganan majalah Bobo sampai kelas 1 SMP & bahan bacaan saya diganti dengan majalah rohani remaja GFers. Dalam majalah itu dijelaskan mengenai seks & perlukah membahas seks dengan kekasih? Dan dalam majalah itu memang perlu untuk membahas seks dengan kekasih. Hanya saja, saya mulai pacaran saat kuliah. Bimbingan-bimbingan dari apa yang saya baca (kadang juga bacaan dari agama lain, sehingga saya memang terbentuk menjadi orang yang tidak fanatik akan agama tertentu) yang membuat saya memahami bahwa seks itu bukan sesuatu yang tabu & menjijikkan untuk diperbincangkan tetapi sesuatu yang bersifat manusiawi, salah satu aspek dalam hidup.

Di sisi lain, saat saya masih SMP kegiatan di gereja seperti acara retreat remaja juga kadang mendatangkan seorang dokter yang memperkenalkan kami mengenai seks, lengkap dengan gambar nyata alat reproduksi perempuan & laki-laki & fungsinya. Saya masih ingat saat itu, teman-teman saya sampai cekikikan campur malu melihatnya. Kata dokternya:

“Gak perlu malu-malu. Ayo kita kenali bagian tubuh kita sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. Daripada penasaran dengan punya teman & bawaannya coba-coba, lebih baik lihat ini sampai puas. Tidak apa-apa, ini sesuatu yang wajar & patut untuk diketahui.”

Belum lagi guru Biologi saya dengan gamblang bercerita mengenai seks kepada kami. Atau guru agama saya yang juga terang-terangan mengajarkan seks kepada kami, termasuk bagaimana memulai seks, yang perlu dimulai dengan berdoa & kapan waktu yang tepat untuk melakukannya & apa akibatnya jika dilakukan tidak pada waktu yang tepat alias di luar pernikahan.

Dari guru agama saya, ia mengatakan bahwa “seks itu indah & anugerah Tuhan buat sepasang manusia yang sudah terikat janji pernikahan. Kalau sudah menikah mau ngeseks sambil jungkir balik pun tak ada masalah. Seks benar-benar nikmat jika hanya dilakukan saat menikah. Di luar pernikahan, juga nikmat tapi tidak senikmat saat menikah. Orang yang sudah seks sebelum menikah tidak akan pernah merasakan kenikmatan & keindahan yang dimaksud meskipun pada akhirnya dia menikah. Jadi kalau mau merasakan kenikmatan & indahnya seks, maka jangan melakukan seks sebelum menikah”

Bermodal pengetahuan itu, saya mengambil kesimpulan bahwa seks itu pemberian Tuhan & anugerah yang indah, layak & patut diperbincangkan & diketahui & hanya benar-benar nikmat dilakukan saat menikah. Jadi, memang saat orang lain membicarakan masalah seks atau sesuatu yang berbau pornografi, saya tidak merasa risih karena sejak saya remaja pendidikan seks sudah tertanam baik dalam pikiran saya.

Membicarakannya pun dengan kekasih saya juga tidak menjadi masalah. Kadang sambil kami tertawa ketika bercerita mengenai seks, seperti kekasih saya yang mengajak saya berdiskusi mengenai berbagai macam posisi seks sambil diperlihatkan gambarnya lengkap dengan penjelasannya. Secara gamblang kami membahas posisi seks tertentu yang sepertinya tidak memungkinkan untuk dilakukan dengan berbagai macam pertimbangan sambil kami tertawa. Paling lucunya kalau saya menceritakan itu kembali kepada mama, mama sampai terkaget-kaget & tentunya ada rasa khawatir dengan pengetahuan saya mengenai seks yang sedemikian rupa. Kalau saya & kekasih saya sedang berada di kos & mama menelpon, mama biasanya mengingatkan untuk jangan macam-macam jika tahu kekasih saya ada bersama saya saat beliau nelpon, biasanya saya cuma jawab dengan santai “tenang ma, kami tidak akan buat adik-adik sebelum waktunya” sambil tertawa.

Kadang juga saya dapatkan itu dari orang yang sudah menikah. Satu hal yang saya tahu bahwa melakukan hubungan suami istri itu ternyata sakit di awalnya. Kekasih saya biasanya cekikikan kalau saya mengatakan bahwa alasan saya mengapa menunggu setelah menikah baru melakukan seks, karena saya bisa teriak-teriak jika saya merasa kesakitan, kalau sudah suami sendiri kan kita bebas berekspresi. Wkwkwkwkwk :D

Kadang juga ketika membahas kehidupan masa depan dengan kekasih saya, kadang kekasih saya menyertakan humor yang berbau seks. Seperti ketika saya mengajukan pertanyaan bagaimana jika kita berumahtangga nanti & saat kamu pulang kerja mendapati rumah berantakan? Bagaimana responmu? Dia menjawab “tentunya saya akan geleng-geleng kepala & kamu harus mendapat sanksi karena lalai menjalankan tugas”. Saya penasaran dengan sanksi yang seperti apa itu? Dia menjawab “saya akan mengatakan apa yang kau lakukan seharian di rumah sampai pekerjaan rumah pun tidak beres? Kalau begitu cepat naik ke tempat tidur untuk menerima hukumanmu”. Saya pun tertawa terbahak-bahak & menjawab “wuaahh, hukuman yang saya suka” wkwkwkwk :D Kalau saya ceritakan kepada mama mengenai hal itu, mama hanya tersenyum kecil & sinis sambil geli. Memang prinsip berpacaran kami yaitu saling jujur & terbuka.

Kadang untuk meyakinkan saya apakah kekasih saya adalah orang yang tepat, kadang saya mengetesnya dengan cara berpura-pura mengajaknya melakukan hubungan intim. Dan betapa bahagianya saya ketika dia mengatakan bahwa dia lebih memilih menunggu saat menikah, alasannya karena kasian dengan suami saya jika seandainya saya tidak berjodoh dengan dia, karena keperawanan saya sudah diambil olehnya. Saya berdalih lagi bahwa kau tidak cinta dong sama saya kalau begitu? Dia mengatakan bahwa tak ada jaminan bahwa dengan melakukan itu saya tidak hamil. Dan jika saya hamil, yang paling kasihan itu adalah saya sendiri. Saya tawarkan lagi, bagaimana jika mainnya aman, misalnya pakai kondom gitu? Dia mengatakan bahwa masa’ yang ambil perawanmu si kondom? Pokoknya tunggu sampai nikah saja sehingga tidak ada rasa was-was jika harus melakukannya.

Ehem, dan itulah yang membuat saya yakin bahwa dia termasuk tipe lelaki yang setia & makin sayang sama dia. Sementara zaman sekarang, kebanyakan lelaki yang minta dengan segala modus. Kalau dia ditawarkan & tidak mau, ya sesuatu banget bagi saya. Salah satu kenyamanan berada di sisinya adalah karena saya bisa membahas apa saja dengannya & dia dapat mengerti diri saya dengan celoteh saya yang tidak tanggung-tanggung, termasuk sesuatu yang sangat sensitif. Kadang pula saya bertanya kepada kekasih saya, bahwa banyaknya bacaan yang membuat saya terheran-heran mengapa ketika sang istri merasa tidak puas, sangat sulit mengatakan kepada suaminya mengenai keinginannya & malu-malu untuk memulai duluan, kan sudah suami koq masih malu-malu ya? Kekasih saya menjawab bahwa mungkin karena mereka kurang akrab kali’ & dia menanyakan kepada saya, bagaimana jika saya nanti menjadi istri? Ya, saya bilang dong apa mau saya. Apa susahnya tinggal bilang, kan suami sendiri bukan suami tetangga. Kalau perlu langsung diterkam saja kalau malas banyak bicara. Kami pun tertawa terbahak-bahak. Wkwkwkwk. Pokoknya seks dalam pernikahan ya seperti sebuah permainan saja untuk saling mengakrabkan.

Pokoknya dalam pikiran kami, seks hanya nikmat saat dilakukan ketika sudah menikah & kami tidak mau kehilangan kenikmatan itu hanya karena tidak sabaran untuk merasakannya. Sesuatu yang berbau seks hanya akan menjadi sesuatu yang berbau pornografi ketika pikiran kita memang tidak bersih dalam menanggapinya.

Kesalahan yang fatal saat menjawab pertanyaan remaja yang mempertanyakan mengapa seks hanya boleh dilakukan saat menikah? Biasanya kita hanya menjawab bahwa karena jika di luar pernikahan itu dilarang oleh agama. Titik. Mentok sampai di situ.

Zaman sudah berubah, sangat mudah mengakses sesuatu yang berbau seks ataupun pornografi. Pemahaman yang keliru akan mengakibatkan tindakan yang menyimpang. Sudah saatnya seks dibicarakan sebagai bagian dari kehidupan yang memang tidak perlu untuk disembunyikan. Sesuai kata bijak, “didiklah anak sesuai dengan zamannya”

Zaman sekarang, anak sudah lebih cepat tahu & dewasa melalui media & lingkungan sekitar yang salah kaprah mengenai seks. Kita tidak lagi hidup di zaman batu, yang untuk bertanya pun batu tidak akan pernah memberi jawab, apalagi jika bertanya kepada rumput yang bergoyang. Sekarang sudah banyak yang bisa memberi jawab, seperti om Google, abang Youtube dll. Jika kita bisa memberikan pemahaman yang baik, om Google & abang Youtube pun lewat atau terkesan basi & bisa jadi remaja pun dengan enteng merespon “saya sudah tahu kali’!”

Seks itu harus dipahami sebagai keindahan & anugerah Tuhan untuk layak diperbincangkan mengenai kapan waktu yang tepat untuk melakukannya, apa manfaatnya & apa dampaknya jika melakukannya di luar pernikahan. Tanpa pemahaman itu maka itulah kenapa seks itu menjadi sesuatu yang bersifat pornografi & menjadi sesuatu yang tabu untuk diperbincangkan.

Seks hanya akan menjadi sesuatu yang berbau pornografi sejauh pikiran kita kurang bersih dalam memahami & menanggapinya. Seks sama sekali bukan sesuatu yang kotor. Itu adalah bagian dari kehidupan.

Dan akhir kata, seks dalam pernikahan adalah sesuatu yang nikmat & indah, di luar pernikahan, itu hanyalah mengundang malapetaka.

Semoga artikel ini tidak dianggap habul.
Mari budayakan pendidikan seks.

Sumber
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2014/05/19/seks-itu-indah-tidak-jahat-nak-657702.html



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Seks Itu Indah & Tidak Jahat, Nak