Kenapa Laki-laki Memuja Payudara?

Gumpalan lemak yang membuat blus perempuan manapun melekuk di bagian dada itu sering berbuah masalah. Salah satu teman perempuan saya, ukuran branya 36D. Setara dengan jeruk Bali kalau dianalogikan dengan buah, atau bayangkan Carmen Electra. She’s D cup. Dia selalu ribut soal pakaian, mati-matian cari apapun yang berbahan longgar untuk menutupi bentuknya yang dirasa terlalu heboh. Teman saya satu lagi, ukuran branya 34A seperti Keira Knightly. Kalau beli baju dalam, maunya yang bisa bikin lekuk badannya menonjol. Thanks to push-up bra, katanya.

Kenapa harus meributkan anggota tubuh satu itu? Yang setengah mati menyembunyikan miliknya mengaku supaya nggak dilihatin dan digoda cowok, sementara yang satunya lagi justru ingin kelihatan lebih seksi. Size matters!

Speaking of size, rasanya semua laki-laki (heteroseksual) adalah pemuja payudara, tak peduli angka berapa dan huruf apa yang tercantum di tag bra perempuan. Apa yang membuat payudara istimewa di mata mereka?

Saat iseng-iseng melontarkan pertanyaan itu ke teman laki-laki saya, jawabannya sederhana: “I just love it.”

Sayangnya, jawaban sederhana itu sebetulnya punya penjelasan saintifik yang lebih panjang. Dan masuk di akal.

Adalah Larry Young dan Brian Alexander, pakar neurocience terkemuka di bidang social bonding, yang tahun 2012 silam mengungkapkan teori baru soal keterkaitan laki-laki atas payudara ini.

Sebelumnya, perhatian lebih laki-laki atas payudara dianggap sebagai konsekuensi dari dorongan alami untuk berkembang biak. Semakin besar buah dada perempuan, semakin subur dia. Teori ini ditentang, karena sperm is cheap. Laki-laki punya jutaan sperma, dan mereka nggak perlu susah payah mengandung bayi dan melahirkan anak. Jadi, kalau benar tujuannya adalah mempertahankan keturunan, it would make more sense to have sex with as many women as possible. Tak peduli apakah payudaranya menyerupai buah anggur atau sebesar milik Dolly Parton.

Teori lainnya datang dari argumen bahwa kebanyakan primata melakukan hubungan seksual dengan posisi laki-laki di belakang (masih ingat bagaimana berisiknya anjing saat melakukannya?), berbeda dengan manusia yang umumnya melakukan ritual tersebut secara face-to-face. Itulah sebabnya, payudara perempuan yang membesar dianggap sebagai upaya alami untuk menyerupai bentuk pantat.

Baik Young maupun Alexander menentang keras dua hipotesis tersebut. Menurut mereka, jawaban paling tepat sebetulnya bisa dijelaskan oleh mekanisme otak kita.

Manusia adalah satu-satunya mamalia yang tergila-gila pada payudara dalam konteks seksual, kata Young. Dan perempuan adalah satu-satunya female mammals yang payudaranya membesar saat memasuki usia pubertas. Manusia juga merupakan spesies satu-satunya yang melakukan hubungan seksual dengan cara menstimulasi payudara.

Teori Young dan Alexander yang merujuk pada mekanisme otak manusia untuk menjelaskan mengapa laki-laki begitu menyukai payudara perempuan itu, berkaitan sangat erat dengan proses yang terjadi antara ibu dan anak ketika menyusui.

Ketika puting perempuan distimulasi oleh bayi saat menyusui, zat kimia bernama oksitosin (atau yang lazim dikenal sebagai love drug) ‘membanjiri’ otak ibu, membuatnya memusatkan perhatian dan kasih sayangnya pada sang buah hati. Rupanya, proses tersebut tidak berlaku eksklusif untuk memperkuat jalinan emosional ibu dan anak saja.

Studi menunjukkan, stimulai puting payudara meningkatkan sexual arousal pada sebagian besar perempuan, and it activates the same brain areas as vaginal and clitoral stimulation. Ketika pasangan menyentuh, memijat, maupun menstimulasi buah dada, upaya ini juga menimbulkan pelepasan oksitosin pada otak perempuan, just like what happens when a baby nurses. Inilah yang mendorong perempuan memusatkan perhatian sekaligus menguatkan hasratnya untuk memperkokoh ikatan dengan pasangan.

Dengan kata lain, laki-laki dapat membuat diri mereka lebih diinginkan oleh perempuan melalui proses stimulasi payudara. Dan evolusi memaksa laki-laki untuk memahami dan menginginkan hal tersebut. The result? Men, like babies, love breasts!

Kemudian, timbul pertanyaan: mengapa proses itu cuma terjadi pada manusia, and not in other breast-feeding mammals?

Menurut Young, ini disebabkan oleh hubungan monogami yang dibentuk oleh manusia, berkebalikan dengan 97 persen mamalia lainnya. Alasan kedua, lanjut Young, mungkin ada kaitannya dengan kenyataan bahwa manusia cenderung melakukan face-to-face sex yang memberikan peluang lebih bagi manusia untuk aktivitas stimulasi puting payudara. So, maybe the nature of our sexuality has allowed greater access to the breasts, ungkapnya.

Teori Young and Alexander itu bukan tak berbuah blunder. Seorang antropolo dari Rutgers University Fran Mascia-Lees yang telah menulis secara serius mengenai perekembangan peran payudara, mengkritisi bahwa sebenarnya ada laki-laki pada budaya-budaya tertentu yang tak tertarik pada payudara. Di Afrika, misalnya, para perempuan yang bertelanjang dada tidak membuat laki-laki terangsang.

Young berargumen, meski pada budaya tersebut budaya bertelanjang dada adalah lumrah, bukan berarti memijat dan menstimulasi payudara tidak menjadi ritual foreplay di budaya itu. Dan hingga hari ini, belum banyak studi yang menjelaskan hal itu dalam konteks antropologi.

So, now it does really make any sense to us ya? ;)

Sumber
http://kesehatan.kompasiana.com/seksologi/2013/05/19/kenapa-laki-laki-memuja-payudara-561313.html



@



0 komentar:

Posting Komentar - Kembali ke Konten

Kenapa Laki-laki Memuja Payudara?